Sabtu, 06 Februari 2016

EKSPLOITASI GAS ALAM PENYEBAB PENURUNAN TANAH DI DESA KARANGLIGAR KAB. KARAWANG



penurunan tanah (Land subsidence) adalah suatu fenomena alam yang banyak terjadi di kota-kota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti Jakarta, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Dari studi penurunan tanah yang dilakukan selama ini, diidentifikasi ada beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu : pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat tipe penurunan tanah ini, penurunan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan dipercaya sebagai salah satu tipe penurunan tanah yang dominan untuk kota-kota besar tersebut.

Karena data dan informasi tentang penurunan muka tanah akan sangat bermanfaat bagi aspek- aspek pembangunan  seperti untuk perencanaan tata ruang (di atas maupun di bawah permukaan tanah), perencanaan pembangunan sarana/prasarana, pelestarian lingkungan, pengendalian dan pengambilan airtanah, pengendalian intrusi air laut, serta perlindungan masyarakat (linmas) dari dampak penurunan tanah (seperti terjadinya banjir); maka sudah sewajarnya bahwa informasi tentang karakteristik penurunan tanah ini perlu diketahui dengan sebaik-baiknya dan kalau bisa sedini mungkin. Dengan kata lain fenomena penurunan tanah perlu dipelajari dan dipantau secara berkesinambungan.

Berdasarkan tinjauan berbagai macam pustaka, faktor-faktor penyebab terjadinya penurunan muka tanah dapat didefnisikan, sebagai berikut:
1.    Pengambilan air tanah yang berlebihan (Burbey J.T., 2005).
2.    Penurunan karena beban bangunan (Quaxiang, 2001).
3.    Konsolidasi alamiah lapisan tanah (Wei,Q., 2006).
4.    Gaya-gaya tektonik (Chang, C.P., 2005).
5.    Ekstraksi gas dan minyak bumi (Odijk, D., 2005).
6.    Penambangan bawah tanah (Rizos, C., 2007).
7.    Ekstraksi lumpur (Deguchi, T., 2007).
8.    Patahan kerak bumi (Rahtje et al., 2003)
9.    Konstraksi panas bumi di lapisan litosfer (Hamdani et al., 1994)


Desa Karangligar adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Telukjambe Barat Kabupaten Karawang yang mayoritas mata pencahariannya dari sektor pertanian, Desa yang terdiri dari 15 kampung dan 5 kedusunan dengan jumlah penduduk sekitar ±5000 jiwa.

Pada tahun 2007 Kecamatan Telukjambe Barat dilanda banjir besar salah satunya Desa Karangligar, namun pada saat itu masyarakat menganggap bahwa itu merupakan bencana siklus 25 tahunan, karena pada tahun 1972 Kecamatan Telukjambe Barat pun pernah dilanda banjir besar namun pada saat itu Desa Karangligar aman dari banjir bahkan menjadi lokasi tempat pengungsian dari Desa Parungsari yang merupakan desa yang terletak di bantaran sungai cibeet.

Pada tahun 2009 Desa Karangligar dilanda banjir namun pada saat itu jika dibandingkan desa-desa sekitar Desa Karangligar paling parah, ini jadi satu tanda tanya awal untuk masyarakat Desa Karangligar dan sekitarnya., kenapa bisa begini ? kemudian tahun 2010, 2011, 2012  banjir yang sama terjadi dan yang paling parah banjir pada tanggal 18-19 Januari  2013 dan 18-19 Januari 2014 bahkan terhitung pada rentang dari januari 2014 sampai dengan juni 2014 Kp. Pangasinan RT 01, 02, dan 03 mencapai 15 kali. (Luar Biasa) dan sekarang 2016 jika dilihat penurunan permukaan tahan diperkirakan sekitar 1 – 1,5 meter jika dilihat dari permukaan air dengan daratan.

Data jumlah penduduk yang terkena dampak bencana banjir di Desa Karangligar  :
No.
Wilayah
KK
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
RT 001
116
167
187
354
2.
RT 002
71
134
154
288
3.
RT 003
77
147
167
314
4.
RT 004
69
115
138
253
5.
RT 005
157
213
222
435
6.
RT 006
84
158
169
327
7.
RT 007
125
187
199
386
Jumlah
699
1121
1236
2357



Dari hasil survei langsung ternyata memang wajar jika warga berasumsi kalau adanya penurunan kontur tanah di Desa Karangligar karena terdapat 7 titik sumur eksplorasi gas bumi. Kegiatan ekplorasi dan eksploitasi terjadi mulai tahun 1990 sampai sekarang berarti PT. Pertamina sudah ± 26 tahun mengambil sumber daya alam yang berada di Desa Karangligar.

Dari beberapa sumber yang ada yang kami coba mengambil sampel data warga pangasinan dan kampek yang rata-rata diatas 45 tahun umurnya, rata-rata mereka berpendapat :
Dulu warga parungasari yang mengungsi ke kp. Pangasinan bahkan mereka sampai membawa binatang peliharaan, dan di kampung pangasinan aman tidak terkena banjir tapi sekarang aneh kenapa kita duluan yang kena banjir padahal desa parungsari yang dibantaran sungai cibeet banjirnya belakangan”.

Jika ditinjau lebih jauh tentang penerapan teknik fracking, critical point potensi pencemaran dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pada potensi pencemaran udara, pencemaran air permukaan dan pencemaran air tanah. Pencemaran udara dapat terjadi jika ada gas bumi yang bocor secara tidak sengaja hingga menembus permukaan bumi atau secara sengaja seperti yang ada di pengolahan permukaan sumur eksplorasi lewat venting, kebocoran yang tidak disengaja atau flaring. Polusi udara ini akan sangat berbahaya jika berada di daerah dengan kepadatan penduduk cukup tinggi di sekitar sumur eksplorasi. Pencemaran air permukaan dapat terjadi disebabkan oleh pemindahan dan penanganan pit yang buruk sehingga kontaminasi produced water akan masuk ke tanah sehingga mencemari air permukaan dan berpotensi juga untuk mencemari air tanah. Penyebab lain yaitu karena instalasi casing yang buruk atau casing yang tidak layak sehingga mengakibatkan rembesan fracking fluid atau gas bumi ke luar. Gas bumi yang sudah mudah mengalir sendiri dapat mengalir bebas ke retakan atau ruang.

ruang kosong yang ada di luar casing karena tanah disekitar tersebut tidak padat atau permeabilitasnya tinggi sehingga dapat mencemari akuifer hingga ke permukaan tanah. Pencemaran air tanah dapat terjadi juga akibat retakan yang diakibatkan aliran gas bumi ke permukaan tanpa melewati sumur eksplorasi. Retakan inilah yang dapat menyebabkan kebocoran sampai ke permukaan atau pencemaran air tanah pada akuifer sumur dalam. Bahaya-bahaya yang dapat diakibatkan hal ini adalah rusaknya air tanah dan air permukaan, peningkatan bahaya perubahan iklim, kerusakan ekosistem yang kesemuanya bermuara pada buruknya kualitas lingkungan sehingga dianggap tidak layak huni bagi mahkluk hidup. Seluruh pencemaran akibat aktivitas hydraulic fracturing sebenarnya sangat berbahaya bagi manusia dan ekosistem. Pengawasan aktivitas ini sebaiknya harus diatur seketat mungkin karena selain mleibatkan sumur eksplorasi yang lebih padat per areanya dibanding sumur konvensional, kegiatan ini juga melibatkan banyak bahan kimia beracun dan berbahaya dalam fracking fluid. Air sebagai sumber kehidupan makhluk hidup sudah tidak layak dikonsumsi pada daerah yang sudah terkena kontaminasi akibat dari gas bumi atau pencemaran produced water. Udara yang tidak bersih juga akan semakin berakibat buruk pada kesehatan makhluk hidup disekitarnya.

Pelanggaran Hukum yang dilakukan oleh perusahaan diantaranya :
1.    UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 tentang tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
2.    UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
3.    Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal (71) Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
Pasal (72) Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.
Pasal 101
Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga lain yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.
4.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
5.    Peraturan MENLH Nomor 19 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Minyak dan Gas.

6.    Pasal 14 UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa bagi hasil pertambangan migas diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang wilayahnya sedang dieksploitasi.

1 komentar:

  1. Semoga Pertamina lebih teliti dalam AMDAL YANG ditimbulkan jangan hanya ekploitasi alam saja tanpa memperhatikan Amdalnya mhon pemerintah daerah Karawang untuk meninjau PT.pertamina di lokasi tersebut
    Karena tahun 2020 kayaknya paling parah banjir di desa karangligar dan desa Sukamakmur kp.tegal luhur kec.telukjambe Barat kab. Karawang

    BalasHapus