Plant Airport Karawang, Sumber Gambar : Booklet Karawang 2012
Hingar bingar akan pembangunan bandara di Kabupaten Karawang seolah menjadi sebuah eporia bagi para pengambil kebijakan bahwa itu merupakan sebuah prestasi yang luar biasa, namun dilain pihak itu merupakan awal dari akan terjadinya bencana untuk masyarakat Kabupaten Karawang, mengingat masyarakat Kabupaten Karawang saat ini tidak membutuhkan bandara namun membutuhkan layaknya dan meratanya pembangunan di Karawang.
Tanggal 8 Januari 2016 telah di tandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan alasan percepatan pelaksanaan proyek strategis tersebut untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan yang menjadi pertanyaan masyarakat adalah siapa yang akan menikmati dari pembangunan bandara di Kabupaten Karawang ? masyarakat Karawang yang selama ini sebagian besar mata pencahariannya sebagai petani atau untuk kapitalis yang punya Perusahaan di Karawang !
Rencana pembangunan Bandara di Karawang jika dilihat regulasinya melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang 2011-2031, Perda No 22 Tahun 2010 tentang RTRW Jawa Barat 2009-2029. Dalam perda ini, Karawang yang masuk pada wilayah pembangunan (WP) Purwasuka (Purwakarta, Subang dan Karawang) tidak diperuntukan untuk pembangunan bandara, sehingga RTRW Kabupaten Karawang pun jika direvisi harus mengacu kepada RTRW Propinsi Jawa Barat.
Jika sampai Pemerintah Kabupaten Karawang menyepakati Pembangunan Bandara di Karawang maka Pemerintah dan Legislatif harus merevisi perda RTRW dan RDTR nya, yang sebelumnya harus melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sesuai UUD Nomor 32 Tahun 2019 tentan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), selain itu harus juga menyesuaikan dengan Perda RTRW Provinsi Jawa Barat serta harus melakukan berbagai tinjauan yang lebih mendalam baik dari aspek sejarah, budaya dan kepurbakalaan, ditambah dengan tinjauan dari aspek kebencanaan mengingat dari kurun waktu 1961 sampai dengan 2015 Karawang sudah mengalamai 11 kali gempa sehingga jangan lupa bahwa Karawang berada pada lempeng patahan yang pada tahun 1862 Karawang pernah gempa karena Patahan.
Pembangunan bandara akan berdampak terhadap kehancuran ekologi dan dipastikan akan turut memasifkan alih fungsi lahan, mengurangi kawasan resapan konservasi air serta lindung, apalagi pembangunan bandara berada dilokasi hutan negara yang menjadi serapan air dan pelindung dari bendungan jati luhur, seperti yang diungkapkan pada September 2012 oleh Direktur Kebandarudaraan Kementerian Perhubungan, Ignatius Bambang Tjahjono, di Jakarta, bahwa lokasi yang bakal dipilih pemerintah berada di hutan produksi jauh dari persawahan yaitu Lokasinya yang sudah dipilih dekat Jatiluhur yang merupakan wilayah hutan produksi, tidak dekat persawahan.
Jika melihat lokasi pembangunan bandara yang berada diwilayah Kuta Tandingan, ada satu rasa penasaran akan kajian yang telah dibuat oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) apakah kajiannya kapabel ataukah abal-abal yang hanya melihat dari sisi kepentingan bisnis belaka, mengingat :
1. Lokasi tersebut adalah wilayah penyangga dari Bendungan Jati Luhur yang mungkin secara gempa sudah teruji namun untuk radiasi suara belum tentu.
2. Wilayah yang akan dijadikan lokasi bandara adalah wilayah yang memiliki nilai sejarah dan kepurbakalaan sangat luar biasa yang selama ini tidak pernah diangkat ke permukaan bahkan cenderung ditutup.
3. Wilayah tersebut adalah wilayah yang dikedalaman tanahnya memiliki rongga atau lensa yang saat ini menjadi sumber tampungan air dari serapan pohon sehingga bukan tidak mungkin akan mempengaruhi stabilisasi dari sebuah kontruksi.
Masyarakat Kabupaten Karawang saat ini tidak membutuhkan Bandara Internasional, namun membutuhkan pembangunan mental dan pembangunan generasi muda supaya memiliki daya saing dengan wilayah lain, apakah pemerintah Kabupaten Karawang tidak malu jika pembangunan bandara mampu walaupun atas peran serta dan doktrin pemerintah pusat sementara menyediakan gas 3 kg saja tidak mampu ! sungguh ironis dan tragis….., Karawang adalah wilayah yang penuh dengan nilai maka bangunlah Karawang dengan nilai pula sehingga terjaga nilai yang dimiliki bukan dihancurkan begitu saja dengan alasan percepatan pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar